Rabu, 13 April 2016

Hadits Menyebarkan Salam



MAKALAH
MENYEBARKAN SALAM
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Hadits III (IJTIMA’I)
Dosen Pengampu : Bpk. Zulham Qudsi Fahrizal Alam, Lc, M.A






 




 


DI SUSUN OLEH :
Ida Fidiyaningsih (1430410021)







SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN/PRODI ILMU HADIS
TAHUN 2016
PENDAHULUAN



  1. Latar belakang
Hadits atau sunnah bagi umat Islam menempati urutan kedua sesudah Al-Qur’an karena, disamping sebagai sumber ajaran Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan menaati Rasulullah SAW, juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang mujmal, muthlaq, ‘amm dan sebagainya[1].
Hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang diisyaratkan kepada manusia[2].
Menurut M. syuhudi ismail, segi-segi yang berkaitan erat dengan diri Nabi dan suasana yang melatarbelakangi ataupun menyebabkan terjadinya hadits tersebut mempunyai kedududkan paling urgen dalam pemahaman suatu hadits. Mungkin saja suatu hadits tertentu lebih tepat dipahami secara tersurat (tekstual), sedang hadits tertentu lebih tepat dipahami secara tersirat (kontekstual)[3].
Hadits Rasulullah SAW:
Dari sahabat Abu Hurairah r.a. , katanya: Rasulullah SAW bersabda:
خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيْهِ : رَدُّالسَّلَام،ِوَتَشْمِيْتُ العَطِسِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ،وَعِيَادَةُالمَرِيْضِ، وَإِتْبَاعُ الْخَنَائِزِ.
 Lima perkara yang wajib dipenuhi oleh seorang muslim terhadap saudaranya (sesama muslim) yaitu:
1.      Membalas salam
2.      Mendoakan orang yang besin
3.      Memenuhi undangan
4.      Membesuk orang sakit
5.      Mengantar jenazah[4].
Dalam makalah ini saya akan membahas salah satu dari hal-hal yang harus di penuhi oleh umat muslim yaitu mengenai salam. Dengan izin Allah SWT semoga ilmu ini bermanfaat untuk kita semua. Amiin

  1. Rumusan Masalah
1.      Apa definisi salam ?
2.      Bagaimana hukum menyebarkan salam?
3.      Bagaimana hukum menjawab salam ?
4.      Bagaimana cara menjawab salam dari nonmuslim ?








PEMBAHASAN

  1. Definisi Salam
Secara harfiah salam berasal dari kata Salima- Yasiamu-Salaamatan, yang berarti selamat. Lafad ini dipakai dalam beberapa ayat Al-Quran, misalnya pada QS. Al-An’am:54, yang artinya ; “ Apabila orang – orang yang beriman kepada ayat – ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah; “ Assalaamun’Alaikum ( Mudah – mudahan Allah melimpahkan keselamatan atas kamu)”. Kata salam yang merupakan isim mashdar dari kata salima memiliki makna yang cukup banyak, diantaranya keselamatan, kedamaian, ketenteraman, penghormatan, ketundukan dan ketaatan. Inilah makna – makna harfiah yang ada dalam salam. Dari kata salima muncul kata aslama yang artinya menyelamatkan, mendamaikan, dan seterusnya.
Al-jarjani mendifinisikan salam sebagai selamatnya seseorang dari bencana baik di dunia maupun di akhirat (tajarrud al-nafsi’an al-mihnati al-darain). Dari definisi ini dijelaskan bahwa salam merupakan tujuan utama dari Islam, yakni selamatnya seorang Muslim di dunia dan di akhirat. Salam juga merupakan doa yang berisi permohonan kepada Allah Swt. Agar orang yang diberi salam memperoleh keselamatan di dunia maupun di akhirat.
Karena begitu pentingnya isi dari salam , maka Allah memerintahkan kepada orang – orang yang beriman agar selalu mengucapkan atau menyebarkan salam kepada orang lain yang seiman[5].

Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (Q.S. An-Nuur: 27)[6].
  1. Hukum menyebarkan salam
Hukum menyebarkan salam adalah sunnah yang dikuatkan ( sunnah mu’akadah). Dari hadits Nabi SAW:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ، أَخْبَرَنَا مَخْلَدٌ، أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، قَالَ:
أَخْبَرَنِي زِيَادٌ، أَنَّهُ سَمِعَ ثَابِتًا، مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدٍ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى المَاشِي، وَالمَاشِي عَلَى القَاعِدِ، وَالقَلِيلُ عَلَى الكَثِيرِ[7].
Artinya:
“Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Salam telah mengabarkan kepada kami Makhlad telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Ziyad bahwa dia mendengar Tsabit bekas budak Abdurrahman bin Zaid, bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hendaknya orang yang berkendara memberi salam kepada yang berjalan, dan yang berjalan memberi salam kepada yang duduk dan (rombongan) yang sedikit kepada (rombongan) yang banyak."
Ketika menyampaikan salam, hendaknya seseorang memperdengarkan ucapan salamnya. Diriwayatkan oleh Tsabit bin ‘Ubaid rahimahullahu :
1005 - حدثنا خلاد بن يحيى قال حدثنا مسعر عن ثابت بن عبيد قال : أتيت مجلسا فيه عبد الله بن عمر فقال إذا سلمت فأسمع فإنها تحية من عند الله مباركة طيبة [ ص 348 ]
قال الشيخ الألباني : صحيح[8]
Artinya:
“Aku pernah mendatangi suatu majelis yang di situ ada Abdullah bin Umar RA. Maka beliau berkata, ‘Apabila engkau mengucapkan salam, perdengarkan ucapanmu. Karena ucapan salam itu penghormatan dari sisi Allah yang penuh berkah dan kebaikan”
  1. Hukum Menjawab Salam
Hukum menjawab salam adalah wajib. Sebagaimana sudah firmankan oleh Allah SWT dalam surat An-Nisa’:86
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا
Artinya:
“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu” (Q.S. An-Nisa’:86)[9].

Sehingga jawaban salam yang disyari'atkan adalah:
a. Bila ucapan salam "Assalaamu ‘alaikum" maka jawaban minimal adalah     "Wa'alaikumussalaam", jawaban lebih adalah "Wa'alaikumussalaam warahmatullaah", dan jawaban lengkapnya adalah "Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh".
b.    Bila ucapan salam "Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah" maka jawaban minimal adalah "Wa'alaikumussalaam warahmatullaah", dan jawaban lengkapnya adalah "Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh".
c.   Bila ucapan salam "Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh" maka jawaban minimal adalah "Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh"[10].

  1. Cara Menjawab Salam dari Nonmuslim
Dari sahabat Anas bin Malik r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إِذَاسَلَمَّ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُوْلُوْا وَعَلَيْكُمْ.
Artinya:
“jika salah seorang ahli kitab (Yahudi atau Nasrani) memberi salam kepadamu, maka jawablah: juga atasmu!”
Penjelasan:
Orang Islam dilarang memberi salam kepada non Islam, tetapi kalau orang non Islam yang memulai salam, maka jawabnya adalah seperti yang disebutkan di dalam hadits tadi. Jika tidak memakai jawaban salam seperti yang biasa dilakukan terhadap sesama muslim[11].








PENUTUP

Kesimpulan
Kata salam yang merupakan isim mashdar dari kata salima memiliki makna yang cukup banyak, diantaranya keselamatan, kedamaian, ketenteraman, penghormatan, ketundukan dan ketaatan. Mengucapkan salam itu seharusnya  dilakukan oleh kaum muslimin dalam menanamkan kebiasaan sehari-harinya. Hukum mengucapkan salam itu sunnah mu’akadah sedangkan hukum menjawab salam itu wajib.
Orang Islam dilarang memberi salam kepada non Islam, tetapi kalau orang non Islam yang memulai salam, maka jawabnya adalah seperti yang disebutkan di dalam hadits tadi. Jika tidak memakai jawaban salam seperti yang biasa dilakukan terhadap sesama muslim.










Daftar Pustaka
Badru Al-Din Al-‘Aini Al-Khanafi, عمدة القاري شرح صحيح البخاري, 2006
Ending hendra dkk, Al-Qur’an Cordoba Special For Muslim, PT Cordoba Internasional Indonesia, Bandung, 2012
Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadits Versus Muhaddisin dan Fuqaha, Kalimedia,                Yogyakarta, 2016
Imam Bashari dkk, Ihtisar Hadits Shahih Muslim, Terj. Idrus H. Alkaf, C.V. Karya Utama, Surabaya
Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhori Ja’fi, الأدب المفرد, Darul Basyair           Al-Islamiyah, Bairut, 1989
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Nuruddin, Qowaid Syarah Hadis, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010



[1] Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadits Versus Muhaddisin dan Fuqaha, Kalimedia, Yogyakarta, 2016, hlm 1
[2] Munzier Suparta, Ilmu Hadis, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 4
[3] Nuruddin, Qowaid Syarah Hadis, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hlm 3
[4] Imam Bashari dkk, Ihtisar Hadits Shahih Muslim, Terj. Idrus H. Alkaf, C.V. Karya Utama, Surabaya, hlm 253
[5] Diakses dari, http://nazakhi.blogspot.co.id/2012/02/menyebar-salam.html, pada tanggal 5 Maret 2016 pukul 13.38 WIB
[6] Ending hendra dkk, Al-Qur’an Cordoba Special For Muslim, PT Cordoba Internasional Indonesia, Bandung, 2012, hlm 352
[7]Badru Al-Din Al-‘Aini Al-Khanafi, مدة القاعري شرح صحيح البخاري, 2006, Juz 32 hlm 457
[8] Muhammad bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhori Ja’fi, الأدب المفرد, Darul Basyair Al-Islamiyah, Bairut, 1989, Juz 1 hlm 347
[9] Ending hendra dkk, Op.Cit, hlm 91
[10] Diakses dari, http://nazakhi.blogspot.co.id/2012/02/menyebar-salam.html, pada tanggal 5 Maret 2016 pukul 13:38 WIB
[11] Idrus H. Alkaf, Log. Cit